Minggu, 03 Juli 2016

Adipura oh Adipura


Waktu menunjukkan pukul 22.50 tanggal 1 Juli 2016, malam ini saya kembali menginjakkan kaki di kota kelahiran saya.

Pekanbaru kota bertuah. Bertuah adalah singkatan dari bersih, tertib, usaha bersama, aman dan harmonis. Kota yang pada siang hari suhunya bisa mencapai 36 derajat celsius lebih ini langganan mendapat Piala Adipura, artinya kota kelahiran saya terbersih dibanding beberapa kota di Indonesia.

Sejak tahun 1990-an (saya belum lahir) Pekanbaru telah mencatatkan namanya sebagai kota terbersih, namun sempat alfa pada tahun 2000-an. Dibawah kepemimpinan walikota Herman Abdullah tahun 2005, Pekanbaru kembali menata diri, dan berhasil memboyong Piala Adipura hingga tahun 2011. Nasib berkata lain tahun 2012 (peralihan kepeminpinan), Piala Adipura gagal diperoleh, dan kembali disabet tahun 2013-2014.

Suatu kebanggan dibesarkan pada kota yang menjujung tinggi nilai-nilai kebersihan. Pemerintah, masyarakat dan pasukan oranye (dahulu pasukan kuning)  -- selaku pekerja yang turun langsung ke lapangan, bersinergi untuk mempertahankan gelar adipura itu.

Tidak ada onggokan sampah di pinggir jalan, gunungan sampah di TPA, bahkan daun gugur pun disapu bersih. Meskipun dibawah terik matahari, saya masih merasakan kesejukkan, ya kesejukkan mata.

Walikota dengan masa jabatan dua periode, berhasil mempercantik kota kecil nan panas ini. Saya ingat betul, semasa jabatan Bapak Herman Abdullah, pagi-pagi saat berangkat ke sekolah dari SMP hingga SMA, pasukan kuning sudah membuat gundukan sampah yang siap diangkut oleh petugas pengangkut sampah dengan mobil bak bewarna kuning.

Baru beberapa bulan saya tidak pulang, ternyata kota kelahiran saya banyak mengalami perubahan. Kali ini perubahannya mengalami kemunduran, saya bilang ini kemunduran pesat.

Pagi ini (2 Juli 2016) saya mengendarai mobil dari rumah ke arah kota, rumah saya berjarak sekitar 10 km dari pusat kota. Karena banyak tujuan yang akan dituju, sehingga perjalanan kali ini melewati beberapa jalan besar di pusat kota.




Saya kecewa melihat apa yang saya lihat, berharap yang terlihat hanyalah ilusi semata. Masih percaya dan tidak percaya dengan apa yang saya lihat saat ini, kota yang tadinya mendapat gelar Adipura seolah bosan akan gelar yang sudah dipertahankan selama beberapa tahun ini. Gundukan sampah terlihat didepan ruko nyaris mengenai pinggiran jalan, dan ironisnya setiap 10 meter saya melihat pemandangan yang sama. Sepertinya sampah itu sudah ada beberapa hari, menumpuk dan tak ada yang mengangkut.

Simpang siur alasan mengapa sampah-sampah tersebut tak diangkut beragam. Salah satunya swastanisasi pasukan oranye, yang dahulu diurus langsung oleh pemerintah (Dinas Kebersihan) kini dialihkan ke sektor swasta. Namun, karena pengelola swasta tidak dapat mencapai targetnya, alhasil pemerintah memutuskan kontrak kerja.

Sektor swasta yang menangani sampah di Pekanbaru ini akhirnya collapse, sebanyak 350 orang pekerja dirumahkan. Tersiar kabar, karyawan yang dirumahkan belum menerima gaji selama dua bulan, janji demi janji mereka tunggu, saat dibayarkan mereka hanya menerima selama 25 hari kerja. Miris.

Secara langsung kurangnya pasukan oranye sebanyak 350 orang ini berdampak buruk bagi kebersihan kota Pekanbaru. Bayangkan saja, dengan jumlah pasukan oranye yang menyusut, serta armada yang sedikit, apa mungkin bisa mengatasi masalah sampah yang tidak bisa dibilang sedikit? 

Wajar saja pemandangan sampah yang saya lihat di jalan-jalan besar saat ini, sungguh memprihatinkan.

Untuk siapa yang salah dan siapa yang benar tidak akan saya bahas, kebersihan bukan perkara main-main, ini tanggung jawab semua pihak. Masyarakat diharapkan paham akan menjaga kebersihan lingkungannya, sementara pemerintah menjadi fasilitator menggerakkan petugas kebersihan untuk mengangkut sampah-sampah yang ada. Jika semua ini berjalan sebagaimana mestinya, Piala Adipura pasti akan betah berlama-lama di kota ini.

Mungkin tahun ini Pekanbaru kembali alfa gelar. Saya harap kealfaan ini tidak ada korelasinya dengan adanya peralihan kepemimpinan. Meskipun sempat tidak mendapat Piala Adipura tahun 2012, pemerintahan yang baru berhasil mengambil alih piala di tahun 2013-2014. Lantas apakah puas dengan itu saja?

Ini bukan tentang Piala Adipura yang selalu berhasil diboyong setiap tahun, ini tentang komitmen dan kesadaran akan kebersihan itu. Sesungguhnya kita hanya butuh menjaga dan mempertahankan, karena kebersihan adalah syarat mutlak untuk lingkungan yang nyaman dan asri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar