Jumat, 17 Juni 2016

Genius or Scenius?





Perbandingan ini saya dapat setelah membaca bukunya Austin Kleon yang berjudul Show Your Work. Saya rekomendasikan bagi kalian yang masih ragu-ragu dalam membuat atau menunjukkan suatu karya, seperti saya. Kenapa? Pembahasannya ringan, tetapi banyak informasi yang bisa kita jadikan motivasi dalam berkarya.

Saya tertarik dengan tulisan penulis yang membahas tentang "tak perlu menjadi genius", padahal yang saya selama ini dengar, orang-orang ingin disebut genius bukan? Terlepas dari itu semua, disini saya ingin membahas dua kata ini saja 'Genius' dan 'Scenius'.

Siapa Genius?

Buku ini membahas tentang si Genius Penyendiri, seorang manusia dengan bakat luar biasa yang muncul tiba-tiba, tanpa sumber pengaruh atau terdahulu, terhubung langsung dengan Tuhan atau Sang Pemberi Ilham. Jika inspirasi datang, sambarannya seperti kilat, bohlam menyala di benaknya, lalu dia menggunakan sisa waktu dengan mengurung diri di studio, mewujudkan ide tadi menjadi karya besar yang diluncurkan ke dunia dengan gegap gempita.

Bagi si Genius Penyendiri, kreativitas termasuk tindakan antisosial, ini hanya dilakukan oleh beberapa sosok hebat -- kebanyakan sudah meninggal dan terkenal. 

Seperti Mozart seorang komponis yang karya-karyanya secara luas diakui sebagai puncak karya musik. Lalu Einstein seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20 sehingga beliau disebut sebagai bapak fisika sedunia. Atau Picasso seorang seniman yang terkenal dalam aliran kubisme dan dikenal sebahai pelukis revolusioner pada abad ke-20. Jenius seni yang cakap membuat patung, grafis, keramik, kostum penari balet sampai tata panggung.

Siapa Scenius?

Orang-orang yang tidak menganggap dirinya genius. Yap, scenius tidak menunjukkan betapa cerdas dan berbakatnya dia, melainkan apa yang ia kontribusikan -- gagasan dibagikan, kualitas hubungan yang dijalin, dan percakapan yang diciptakan.

Saat kita melupakan masalah genius dan lebih memikirkan cara mengembangkan dan berkontribusi pada scenius, kita dapat menyesuaikan harapan sendiri dengan dunia yang diharapkan menerima kita. Kita akan berhenti mempertanyakan apa yang orang lain berikan, dan mulai mempertanyakan apa yang bisa kita sumbangkan.

See the different?

Dizaman persaingan ketat ini, apa pilihan hidupmu? Ingin menjadi genius atau scenius?

Saya pribadi tentu ingin menjadi golongan scenius, kenapa?



Masih mengutip dari buku Show Your WorkScenius punya pandangan tersendiri, saat genius yang dalam prakteknya saling mendukung, mengamati karya satu sama lain, saling mencuri ide dan saling menyumbang gagasan, scenius justru tidak mengambil apapun dari pencapaian orang-orang hebat ini, tetapi menyadari bahwa karya bagus tidak muncul begitu saja. Dan kreativitas, dalam aspek tertentu, selalu berupa kolaborasi, hasil pemikiran yang terkait dengan pemikiran lainnya.

Cara terbaik untuk membagi karyamu adalah memikirkan apa yang ingin kamu pelajari, lalu berkomitmenlah mempelajarinya melebihi apapun. Temukan satu scenius, perhatikan apa yang orang lain bagi, lalu catatlah apa yang tidak mereka bagi. Cermatilah kekosongan yang dapat kamu isi dengan usaha sendiri, walau sulit memulainya. Bagilah apa yang kamu cintai maka orang-orang yang sehati denganmu akan datang.

Untuk menjadi seorang scenius kamu cukup mencerna dan mempraktekan apa yang dikatakan oleh seorang penyair asal Amerika Serikat, Henry Wadsworth Longfello.

"Berikan yang kamu punya. Bagi seseorang, bisa jadi itu berguna baginya melebihi dugaanmu"

Sederhananya..

Setiap kreativitas apa pun bentuknya, sekalipun kamu anggap tak berguna, tunjukkan dan sumbangkanlah. Keluarlah dari standarmu, abaikan kesempurnaan yang menjadi penghambat kreativitasmu, mulailah lebih mencintai dimulai dengan mencintai hasil karyamu. Tidak ada yang beda antara yang bagus dan yang jelek. Yang membedakan adalah berkarya dan tidak berkarya.

Di era yang serba canggih begini, kamu tak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana menunjukkan hasil karyamu. Manfaatkan media yang ada, seperti blog, situs media sosial, group e-mail, ruang diskusi, dan lain-lain. Disana kalian akan berjumpa dengan scenius lain yang juga akan membagikan hasil karya mereka, mungkin suatu saat bisa menciptakan kolaborasi. Menarik bukan?

Nah.. Masih tertarik untuk menjadi Genius?

Saya rasa Mozart, Einstein, atau Picasso memilih jalan hidup mereka sebagai Genius, mungkin karena meraka kesulitan bersosialisasi dan memutuskan menjadi bagian dari antisosial, kemudian memilih jalannya sendiri memunculkan ide-ide besar yang dapat kita lihat dan rasakan manfaatnya hingga hari ini. Mungkin, lho..

2 komentar:

  1. Aih.. Aiih.. Bisa kalah tulisan mamanya niiih..😉😉
    Good job my girl! Proud of you..
    Enjoy your new fase👍👍👍👍

    BalasHapus
  2. Thanks mom, you're one of my favorites booster 😘

    BalasHapus