Selasa, 06 September 2016

They are not your enemies, they are truly your friends!


Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan seorang teman pada sebuah cafe di Gandaria City. Teman yang dahulunya berlabel 'musuh', belum pernah bertemu secara nyata, dan hanya berkomunikasi di media sosial. Terkesan mengerikan karena akan bertemu 'musuh' lama yang katanya sudah 'tidak ada dendam diantara kita'.

Namanya Putri Inggi Aditya, mantan kekasih dari mantan saya. Kita sama-sama mantan nih ceritanya? Hehe.


Sekilas tentang perkenalan bodoh dari dua orang tolol, I guess. Sekitar tahun 2009 (kalau tidak salah) ketololan dua wanita akibat seorang pria brengsek yang mereka sayangi melebihi apapun di dunia. Dua wanita yang rela berdarah-darah demi mendapatkan perhatian dari si pria brengsek. Tanpa mereka sadari sang pria hanya mencari untung dari hubungan yang mereka jalani.


Dua wanita tolol bertahun-tahun bersitegang mencari kesalahan satu sama lain. Pada akhirnya wanita tolol yang pertama menyerah untuk tidak melanjutkan peperangan tersebut. Wanita tolol kedua masih kekeuh dengan hubungan yang ia jalani dengan pria brengsek tadi. Pada akhirnya si wanita tolol kedua menghadapi pahitnya kenyataan, habis-habisan karena cinta, bukan hanya materi, bahkan cinta dari sang pria pun tak ia dapatkan (habis), dan harus menerima dengan lapang dada bahwa sang lelaki telah memilih jalan hidup baru dengan menikahi wanita lain. Percayalah, Tuhan menyelamatkan hidupmu, teman.


Cukup untuk cerita masa lalu yang penuh kemunafikan.


Empat tahun, dimulai dari tahun 2012, Inggi dan saya tidak berkabar satu sama lain. Inggi yang tadinya berisik di segala media sosial mendadak hilang dari peradaban. Tidak terlalu penting untuk tahu kabarnya, kita kan 'musuh', benar tidak?


Saya jawab tidak. Mungkin ada yang menilai, jawaban saya terkesan munafik. Bebas.


Entah mengapa saat pindah ke Jakarta, nama yang satu ini menjadi daftar orang yang wajib saya temui. Gayung bersambut, Inggi mengaktifkan kembali media sosial yang sudah lama ia tinggalkan, sudah penuh jaring laba-laba barangkali. Saat saya coba menghubunginya, ternyata Inggi sudah bekerja di negara Singa.


Nah.. Tepatnya 2 September 2016 lalu, Inggi mendapat tugas ke Indonesia. Ia langsung memberi kabar dan mengajak saya bertemu, lalu saya menyetujui ajakannya. Sebagai orang yang blak blakan dia bertanya, "Apakah pertemuan ini murni untuk sekedar ngobrol?" Lha, pertanyaannya sontak bikin saya gagal paham. Apakah ini terlihat semacam jebakan? Lalu saya jawab dengan banyolan garing, "kalau gue sih iya, pengen ngobrol. Ngga tau deh lo. Tapi kalau datang duluan di TKP, jangan pesanin kopi buat gue".


Malamnya, sekitar pukul 19.00 saya dan Inggi bertemu, tidak terlihat kecanggungan, justru terlihat seperti teman lama yang sudah belasan tahun tak bertemu. Lebay? Bodo. Percakapan sambung menyambung dari cafe satu ke cafe lain, dari pukul 19.00 hingga pukul 00.30. Wow banget ngga tuh?


Pertemuan dan percakapan yang berlangsung 5 jam lebih itu dirasa masih kurang. Inggi dan saya membahas ketololan masa lalu masing-masing. Menemukan jawaban atas permusuhan yang selama ini dia dan saya perankan. Tapi, tanpa masa lalu yang kelam itu, mungkin kita berdua tidak akan seperti ini. Lagi-lagi ada sesuatu yang patut disyukuri bukan?

Hal terpenting dari pertemuan ini adalah, saya mendengar perjalanan dan perjuangannya bangkit dari titik paling rendah (nol) hingga mampu berdiri kembali, bukan hanya untuk dirinya sendiri, bahkan untuk keluarganya. Kisah-kisah yang dia ceritakan menjadi pelajaran berharga, khususnya untuk saya pribadi. Tentang bagaimana bisa survive. Tentang bertemu dengan seorang pria yang jauh lebih baik daripada pria di masa lalu.

"Gue harap pertemuan selanjutnya, kita bisa sharing pengalaman-pengalaman seru lainnya ya, Nggik"

Ternyata benar, siapapun orangnya, bagaimanapun keadaanya saat dipertemukan, orang tersebut bukan dengan tidak sengaja dihadirkan dalam hidup kita. Mereka ada untuk mengajarkan. Saya tidak percaya akan istilah 'musuh', bagi saya 'musuh' adalah teman yang sebenarnya. Bukannya hanya yang berlabel 'musuh' yang mampu mengkritik dengan sangat pedas dan apa adanya? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar